“Saya
menginginkan London tidak hanya menjadi pusat keuangan Islam terbesar di barat,
Saya ingin London sejajar dengan Dubai dan Kuala Lumpur sebagai salah satu
pusat keuangan Islam dunia” demikian diungkapkan David Cameron dalam World
Islamic Economic Forum ke-9 yang berlangsung 29-31 Oktober lalu. Pernyataan
terbuka Perdana Menteri Inggis di hadapan pemimpin negara muslim tersebut bukan
sebuah basa-basi politis, karena pada saat yang sama Inggris resmi meluncurkan
obligasi syariah senilai £200 juta.
Sebagai seorang
yang mendalami multidisiplin ekonomi dari Philosophic, Politics,and Economic
(PPE) di salah satu universitas elit dunia, Oxford University, David Cameron
tentu memiliki dasar kuat mengantar Inggris menjadi negara non muslim pertama
yang mengambil peran dalam ekonomi syariah dunia. Dengan pengalamannya memimpin
Inggris melewati era krisis ekonomi Eropa, David Cameron menyaksikan dan memahami
sumbangsih ekonomi Islam kepada negaranya di era krisis.
Data Muslim
Council of Britain (MCB) tahun 2013 menyebutkan komunitas muslim Inggris
menyumbang £31 milyar kepada perekonomian Inggris, dan sekitar 13.400 pengusaha
muslim menciptakan tidak kurang dari 70.000 lapangan pekerjaan. Di tahun yang sama ekonomi syariah Inggris tumbuh
50% lebih cepat daripada keuangan konvensional, dan tetap tumbuh di era krisis
ketika ekonomi melambat.
Sejak mulai diterapkan
sebagian negara berpopulasi mayoritas muslim beberapa dekade lalu, ekonomi
syariah telah melewati sejumlah periode krisis dan berhasil membuktikan diri sebagai
benteng tangguh dari depresi ekonomi. Imunitas
ekonomi syariah terhadap krisis ekonomi diperoleh dari prinsip dasar ekonomi
syariah yang menihilkan spekulasi.
Depresi ekonomi
menjadi semacam penyakit tanpa obat bagi sistem ekonomi kapitalis. Tercatat
selama 200 tahun terakhir, kebangkrutan ekonomi kerapkali mengiringi siklus
krisis yang berulang setiap 10 tahun. Sistem keuangan ekonomi syariah menjadi antidot
krisis ekonomi karena menerapkan sistem ekonomi minus bunga, yang memastikan
neraca keuangan kegiatan usaha dan individu terukur pasti dalam berbagai
kondisi ekonomi.
Daya tahan
terhadap krisis ini menarik minat pemimpin dunia untuk mulai menerapkan ekonomi
syariah. Ditambah potensi 1,6 milyar muslim serta proyeksi investasi syariah
dunia tahun 2014 mencapai £1,3 trilyun atau sekitar US$ 2,5 trilyun, ekonomi
syariah menjanjikan sebuah peluang yang terlalu besar untuk diabaikan siapa pun.
Tidak hanya
dari sisi keuntungan makro, pada skala mikro ekonomi syariah berperan penting mendorong
tumbuhnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) secara signifikan.
Sistem
investasi konvensional memberi keistimewaan kepada para pemilik modal untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya melalui pinjaman berbunga. Sementara dengan
muamalah (hubungan sejajar antar manusia) sebagai fondasi dasarnya, pada
sistem ekonomi syariah, interaksi antara penanam modal dengan penerima modal
usaha lebih dari hubungan pinjam meminjam yang bersifat eksploitatif. Ekonomi
syariah menganut sistem bagi hasil sebagai pengejawantahan prinsip muamalah tersebut.
Dalam sistem bagi
hasil, pemodal dan pelaku usaha berbagi peran dan memperoleh bagian secara adil
sesuai tanggungjawabnya. Penanam modal mengontrol serta mengawasi jalannya usaha
demi keamanan investasinya, sementara penerima modal usaha didorong untuk lebih
produktif karena memperoleh pendapatan yang sebanding dengan keuntungan
usaha. Sebagai akibatnya keuntungan hasil
perputaran kegiatan ekonomi terdistribusi lebih merata.
Konsekuensi lain
dari sistem bagi hasil adalah pemberian bantuan modal tidak hanya diukur dari
besarnya aset, tetapi menitikberatkan faktor kelayakan usaha debitur. Ini menjadikan
ekonomi syariah lebih menarik bagi para pengusaha, terutama pengusaha kecil dan
menengah, karena memudahkan perolehan modal usaha.
Kombinasi dari
kepastian neraca keuangan, pembagian tanggung jawab dan resiko usaha, serta
kemudahan modal usaha, secara integral memberi rangsangan kepada roda ekonomi
masyarakat untuk selalu berputar walau pun dalam kondisi ekonomi makro tidak
sehat. Dengan minimalnya pengaruh
ekonomi makro terhadap kegiatan ekonomi riil, ekonomi yang berupa angka-angka
statistik tanpa mencerminkan kegiatan ekonomi sesungguhnya (bubble economy)
menjadi termarjinalkan.
Meskipun penerapan
ekonomi syariah terbukti memiliki banyak efek positif, baik dalam skala makro
maupun skala mikro, ekonomi syariah tidak akan diminati masyarakat tanpa adanya
keuntungan yang menyentuh hingga tingkat individu.
Keuntungan
nyata ketika seseorang memanfaatkan pendanaan dari lembaga keuangan syariah
adalah adanya jaminan keamanan keuangan jangka panjang. Data-data sosial di negara barat menunjukan
pengaruh krisis ekonomi yang mencengangkan. Ketika nilai hutang meningkat
sejalan kenaikan suku bunga, jumlah pengangguran bertambah pesat akibat
macetnya kegiatan usaha, terjadi peningkatan depresi sosial yang ditandai
kenaikan kasus bunuh diri dan angka kriminal. Peniadaan bunga menjadikan cicilan
hutang seseorang bernilai tetap, memberikan keamanan dan rasa tentram kepada
setiap orang meski di era krisis.
Di samping itu,
ekonomi syariah melarang adanya penambahan nilai pinjaman dari nilai yang
disepakati. Sehingga ketika kemampuan ekonomi seseorang naik dan mampu melunasi
pinjaman lebih cepat, lembaga keuangan syariah tidak mengenakan denda
sebagaimana diterapkan lembaga keuangan konvensional.
Namun keuntungan
terpenting dari penerapan ekonomi syariah adalah adanya fasilitas pemenuhan kebutuhan
individu yang bersifat non-materi. Sistem syariah mengkombinasikan perangkat konsumsi,
ekonomi, dan sosial secara harmonis, menjadikannya unik karena menempatkan
kegiatan sosial sebagai bagian integral kegiatan ekonomi.
Orang terkaya dunia
seperti Bill Gates dan Warren Buffet, menemukan bahwa kelimpahan materi tidak mampu
memberi kepuasan batin seutuhnya dan mencari kebahagiaan melalui kegiatan
filantropis. Dalam ekonomi syariah setiap
orang difasilitasi untuk berbagi kepada sesama tanpa harus menjadi kaya raya
terlebih dahulu. Melalui dana-dana sosial, baik yang bersifat wajib maupun
sukarela seperti zakat, infak dan sadaqah ekonomi syariah
menegaskan corak sosial di atas keuntungan materi. Dengan corak itu pula, ekonomi
syariah berperan menjaga kehormatan pihak terhutang sebagai manusia merdeka.
Sifatnya yang
universal dan berbagai keuntungan pada ekonomi syariah itu kemudian menjadi
magnet bagi kalangan non muslim untuk mempelajari dan menerapkannya. Bagaimana dengan umat muslim?
Ketika
menjadikan ekonomi syariah sebagai pilihan, tujuan seorang muslim lebih dari sekedar
memperoleh keuntungan lahir dan batin. Memilih ekonomi syariah berarti melaksanakan
perintah untuk menjaga diri dari makanan, pakaian, dan segala hal mengandung unsur
haram.
Keterlibatan
umat muslim dalam ekonomi syariah juga merupakan perwujudan perjuangan (jihad)
umat muslim untuk mencegah kemungkaran dengan tangannya. Karena dengan menempatkan dana di lembaga
keuangan syariah, umat muslim menghindarkan diri untuk terlibat dalam
pembiayaan bisnis atau usaha yang bersifat haram. Pendek kata, bagi setiap muslim ekonomi
syariah bukan sistem keuangan semata tetapi sarana ibadah dan sebuah jalan
hidup.
Tetapi hal yang
paling mendasar seorang muslim menjadikan ekonomi syariah pilihan adalah penyerahan
diri seorang hamba seutuhnya kepada Sang Pencipta, yang menjadi makna sejati dari
kata Islam.
Bogor, 23 November 2013
Ditulis untuk lomba karya tulis "Gerakan Ekonomi Syariah" GRESS, 2013.